Rabu, 22 April 2015

“ 3 Pujangga Negara. “

                3 Pemuda,  berdiri diatas gedung tinggi petang Itu. Membiarkan tubuh mereka terkena efek cahaya matahari yang mulai hilang di ufuk baratnya. Gedung Itu seperti panggung Aspirasi ketiga Pemuda itu. Masing-masing bernama Rendy, vikri dan aswir. Ketiga pemuda yang bersahabat itu, prihatin atas Negrinya. Kepedihan yang disebabkan korupsi. Sejauh mata memandang, mereka hanya melihat kesengsaraan yang bersembunyi di tengah gemerlap kota metropolitan.  Ditengah kemewahan,  ternyata banyak penderitaan yang terselip.  Banyak cerita yang akan terkuak dari atas sini. Dengan setengah hati mereka akan menceritakannya pada semua orang, bahwa Negrinya bukan Negri yang kaya ataupun ramah. Rendy yang memulai untuk bercerita,

Rendy   :  “ Ada Berita Dari Banyak Berita, Tapi Berita Rakyatlah Yang Paling Menderita. Terutama  Rakyat Kecil  Seperti Kami Ini. Hanya Bisa Menunggu Uluran Tangan Pemerintah Dan Para Pejabat Yang  Kehadirannya Tak Pernah NYATA ! ”,
Rendy , berteriak mengejek. Ingatannya terputar, akan kesengsaraan rakyat di bawah kekuasaan pemerintah yang bertindak sesukanya. Dia berdo’a dalam hati semoga kerakusan para pejabat itu lenyap. Seperti sang mentari yang melelehkan bongkahan es di kutub. Saat rendy menundukan kepalanya.kecewa. vikri bersaut menambah argumentasi teman baiknya itu,  menilai negrinya yang carut-marut.

 Vikri       :  “ Siapa Lagi Yang Akan Peduli Dengan Nasib Kami, Jika Bukan Diri Kami Sendiri . Siapa? , Pemerintah ? Atau Para Pejabat ? . Heh… Mereka Hanya Memikirkan Perut-Perut Mereka Sendiri.Mereka Hanya Menumpuk-Numpuk Hak Kami Ke Dalam Perut Yang Terlihat Semakin Buncit itu !”,

Menurutnya, tidak ada yang peduli pada hak-hak rakyat yang terjajah,  jika bukan rakyat sendiri yang terus melawan kerakusan yang menyebut diri mereka “Orang Penting Negara”. Demokrasi akan benar-benar hilang. Secuil  contoh adalah perubahan UU PILKADA. Rakyat menginginkan, sebaiknya tidak ada perubahan dalam UU PILKADA. Namun kenyataan wakil rakyat yang duduk di kursi singasannya dan gedung mewah itu hanya memetingkan kepentingan-kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Termiris dalam hati, Vikri menangis.
                Saat dua sahabatnya sibuk,  akan pemikirannya di dalam tempurung masing-masing. Aswir mengeluh kecewa dan memperjelas semua kenyataan yang ada dalam Negrinya yang semakin hari semakin hancur dengan perlahan.
Aswir      :  “ Mereka Tak Pernah Berpikir Kami Menderita, Hak Kami Terlupakan,  Demokrasi Kami Terjajah Dan Menutup Kedua Telinga Mereka Seperti Orang Tuli Oleh Suara Rintihan & Raungan Penderitaan  Kami Atas Ulah Mereka ! ”


Aswir berpikir atas semua apa yang dia lihat dan tergambar jelas di depan matanya saat ini, adalah wajah Negri yang dia cintai. Tersenyum getir dirinya melihat kenyataan ini.

 Rendy    :  “ Rakyat Menderita Tiap Hari Tapi Malah Mengurus Hal Yang Tidak Penting  (Komisi 3 DPR Ikut  Menangani Kasus Eyang Subur ). Kemana Akal Kalian Bung?! ” (Enggak Punya Akal ).

Emosi rendy meledak-ledak, saat mengingat kebodohan yang diciptakan para elit politik yang mengaku dan merasa paling pintar sendiri. Orang-orang yang berbuat kebodohan dalam kepintarannya sendiri. Tertawa sinis, mengepal tangan. Menahan emosi.

Vikri      :   “ Kemana Rasa Peri Kemanusiaan Kalian? , Lalu Kemana Perginya Janji-Janji Manis Kalian Yang  Kalian Janjikan Dulu Saat Mengemis Jabatan Kepada Kami?!.”,
 Emosi vikri pun tak kalah mengobar-ngobar seperti api yang membakar sampai ke tempat sedingin es sekalipun. Tak peduli dengan setitik hal baik yang telah mereka berikan pada rakyat tak sebanding dengan penderitaan yang di alami rakyat kecil. Yang dia peduli adalah bagaimana cara untuk menghentikan ini semua. Membangun bangsa dan Negrinya kembali  menjadi Macan Asia yang diseggani dan tangguh. Bukan seperti sekarang, macam macan ompong yang sedang mengaung tak arah. Bagaimana cara mengganti pola pikir para pemuda-pemudi. Bergotong royong membangun Negrinya yang hampir runtuh ini. Vikri berjatuh lemah. Ia tak tak tahu bagaimana caranya.
Janji manis, yang mereka semua janjikan hilang bak ditelan bumi.  Entah kemana perginya semua janji manis para monyet, tikus berdasi dan para lintah darat yang menyebabkan kerusakan dimana-mana di negri ini, di negri yang amat kaya. Negri yang sangat di kagumi semua orang di luar sana.
Mereka menangis, menangisi kegagalan ini. Dan mereka hanya bisa bertekat, dengan apa yang mereka bisa lakukan untuk negri ini. Akan membuahkan hasil.

_-----_

Aswir    :   “ Kata Orang Negri Ini Kaya Tapi Kenyataan Anak Negri Kurang Gizi.. Keserakahan Kalian Membuat  Generasi Muda Penerus Bangsa Tak Merasakan Nikmat Menuntut Ilmu ”

Katanya gratis sekolah 9 tahun ?, tapi nyatanya  masih banyak anak indonesia yang tidak sekolah, anak-anak pinggiran kota metropolitan, anak-anak pedalaman yang jauh dari kata modern dan layak, anak-anak perbatasan yang berjuang tetap mengenal negrinya dari naluri tanpa pengetahuan yang konon kabarnya di janjikan oleh pemerintah yang di tunggu uluran tangannya.
Sedangkan anak-anak hebat sedang berjuang mati-matian tetap mencintai negrinya, para elit politik malah berebut kekuasaan dan harta. Mereka lagi-lagi haanya memikirkan kepentingan dirinya sendri bersama kelompoknya. Itu yang aswir  tangkap dari realita yang terjadi selama ini.

Rendy   :   “Kata Orang Negri Ini Damai Tapi Kekerasan Dimana-Mana.. Kata Orang Negri Ini Ramah, Tapi  Kenyataan Kesadaran  Membuang Sampah Tak Ada Hutan Si Jantung Dunia Gundul Dan Satu                             Persatu Fauna Punah! ”
Damai ? oh.. god, kata itu jauh dari negri ini. Kerusuhan masih dimana-mana dan demo menuntut kesejahteraan masih merajala lela. Tawuran antar pelajar dan  kerusuhan di atas panggung sandiwara di gedung megah nan mewah DPR/MPR ikut serta andil dalam merusak citra Damai dari negri ini. Rendy masih merasakan getir ini.hidup dalam bayangan, bukan pada kenyataan yang terasa pahit ini. Omong kosong, semua omong kosong. Menurutnya seperti itu.

Vikri      :   “ Ya… Kata Orang Semua Kata Orang Berbeda Dengan Kenyataan Di Lapangan Yang Berbanding  Jauh Dari Perkataan Mereka Yang Hampir Sempurna ? ”
Semua orang, semua kata orang. Menyebutkan bahwa negri ini Sempurna.tapi kenyataan semua hanyalah bayangaan manis yang tergambar hampa, sehampa padang pasir yang gersang. Membayangkan hal itu, vikri tahu itu hanyalah omong kosong. Pikirannya sama dengan apa yaang sedang dibayangkan oleh salah satu teman baiknya, Rendy.




3 Pujangga Negara Serentak Mengatakan, Penuh Tekanan :
“ Kita Mengaku Bertahan Air Satu Tanah Air Tanpa Korupsi. Kita Mengaku Berbangsa Yang Satu . Bangsa Yang Lestari. Kita Mengaku Berbahasa Satu Bahasa Tanpa Kekerasan . One World With Out Corupption !! ”.
-------------

Satu bulan yang lalu, Rendy mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2nya di Paris. Namun dengan perbandingannya dan segala pertimbangnnya. Dia memutuskan untuk tetap tinggal pada negri ini. Tetap tinggal dan berbuat semampunya untuk membangun negrinya. Menjadi seorang guru di perbatasan antara kalimantan dan malaisya. Dia sadar, Negri ini telah banyak memberikan banyak hal untuk dirinya. Dan saat ini adalah pembuktiannya untuk mengabdi dan terus mencintai negri ini tanpa lelah.

Sedangkan Vikri, 1 minggu yang lalu. Memenangkan tender bermilyar-milyar atas perusahaan milik seseorang. Ya, dia hanya seorang karyawan dari cukong China yang bermain-main dalam dunia bisnis Indonesia dan membuat banyak perusahaan asli milik orang indonesia bangkrut dan kalah saing. Akhirnya dia memutuskan untuk mengundurkan diri dan tidak mau menerima sepeser pun uang dari menang tender tempo hari. Dia mersa mencurangi negrinya sendiri.

Aswir, awalnya hanya pekerja ilegal dari pembalakan liar, kini telah mengundurkan diri dan melaporkan itu pada pihak yang berwajib. Dengan uang yaang selama ini ia kumpulkan, dia membeli bibit-bibit pohon untuk ditanam kembali. Dan dia, berhasil menjadi pelopor kesuksesan reboisasi di hutan-hutan yang botak atas pekerjaannya dulu.
Mereka semuanya memang di tempat yang berbeda. Tapi tujuan mereka tetaplah sama, untuk membangun indonesia menjadi lebih baik lagi.

          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar