Selasa, 27 September 2016

Cerpen

Jatuh Hati

Sinar rembulan perlahan terhapus dengan cahaya fajar, dengan perlahan menghiasi awan yang tersebar di langit luas. Menyinari bagian bumi yang aku pijaki. Hari ini, aktivitasku masih sama dengan sebelumnya, bangun lebih pagi dari siapapun yang ada di rumah, demi mengejar waktu yang selalu menguntit, mengingatkan suatu hal yang selalu aku lupakan.
Waktu tak bisa di putar ulang, mengakibatkan aku selalu menyesal pada akhirnya. Alasan lain mungkin, mengingat rumahku jauh dari sekolah yang juga memaksaku terus berangkat lebih pagi dari siapapun. Jika terlambat bangun 5 menit saja, akan membuatku terlambat kesekolah 25 menit. Aku berangkat paling pagi, dan pulang paling terakhir, aku berangkat pukul 05.30 WIB dan akan sampai dirumah pada pukul 18.00 WIB. Beginilah potret kehidupan remajaku, harus terbiasa dengan kejamnya kehidupan Ibu kota yang terus menghimpit jika tak bisa berlari lebih cepat, maka kau akan tewas dengan mengenaskan.
Pagi ini aku bersyukur, harus membawa sedikit buku, karena ada berlembar-lembar soal Psikotes yang menungguku nanti disekolah. Aku atau dia yang menungguku ya ?, tapi nyatanya sampai pukul jam 08.17 WIB kertas itu belum sampai di hadapanku, yang sudah begitu siap dengan semua tantanganyang akan mengahadangku nanti.
“Doh, katanya mulai jam 8. Sampe sekarang kagak nyampe-nyampe kang Psikotesnya yak ?”,
Zashi, teman dekatku dari SMP, menyeletuk hambar, tak sabar ingin menuntaskan kegiatan itu. Tidak lama setelahnya, Ibu Hajar datang. Memberi kabar bahwa kakak-kakak yang akan menguji kita nanti sedikit terlambat, karna keterbatasan pengetahuan lokasi sekolah Menengah keatasku ini. Seperti sebuah keajaiban, baru saja Ibu Hajar mengatup bibirnya. Kakak yang mungkin akan mendampingi kita saat Psikotes nanti datang dengan kharismanya. Karna mereka laki-laki dan tak bisa dibilang biasa, hampir seluruh teman perempuanku menjerit histeris tertahan, memandang takjub pada 2 orang laki-laki yang sudah bisa disebut dewasa itu.
“Wih... nggak fokus sama Psikotes ini gue mah. Bakal fokus sama yang di depan Nis !”,
Temanku yang mempunyai bulu mata lentik itu, Aal menyeletuk girang kepadaku. Aku hanya menanggapinya dengan senyum tipis.
“Nis, liat deh !. kakak yang pake baju kotak-kotak itu tuh, kok kayak orang Korea yang kamu idolain yah?, iya nggak sih Zashi ?”,
Kata Mayang tak kalah antusias sama seperti Aal. Melibatkan Zashi dalam pertanyaannya.
“Hmm ?”,
Aku langsung menoleh yang sebelumnya sedang sibuk mengabsen semua persenjataanku sebelum bertempur dengan soal Psikotes.
“Yesung ya ?, Iya apa ?!, nggak deh. Cuma dikit doang. Nggak banyak May, sedikit banget itu ya Niska ?!”,
Kata Zashi spontan, memelankan nada bicaranya.
“Iya deh.. aku kan nggak terlalu khatam masalah korea-korean kaya kalian, hehehe. Aku bukan bidangnya. Tolong di maklumkan”.
Kata Mayang, temanku yang imut itu. Sambil tersenyum manis layaknya anak perempuan beumur 5 tahun.
“Iya kali, nggak tahu ah, pikirin Psikotesnya aja tuh”,
Jawabku sekenanya, terlalu malas untuk bergabung dengan topik yang mereka bicarakan.
“Ah, kamu Nis, giliran aku nggak mood dan nggak ngerti Kpop aja kamu ngomongin mulu sama Zashi, sama Aya. Sampe kupingku nih panas tau nggak. Giliran aku ngerti dikit dan berpendapat dikit aja kamu—“
Mayang terpaksa berhenti meneruskan kalimat yang ingin dia ucapkan. Karna kakak yang memakai seragam membukamnya secara paksa. Aku tersenyum miring.
“Yak, Assalamualaikum wr.wb. nama kakak Faris, dari Alumni UI Depok. Kakak akan menemani kalian untuk mengerjakan soal Psikotes yang sebentar lagi kakak bagiin ya”,
Aku memilih memfokuskan diri dengan kakak yang memperkenalkan diri. Dari pada memikirkan celoteh Mayang dan Zashi. Tapi jujur aku sebentar melirik kedepan, ke kakak yang katanya mirip Yesung Oppa, yang memakai baju kotak-kotak dan aku nggak tahu namanya. Karna dia tak memperkenalkan dirinya. Dia lebih memilih bungkam seribu bahasa, terlihat sangat cuek dan dingin. Aku juga malas untuk memperhatikannya lebih lama lagi.
“Hmm, sebelumnya kakak minta maaf ya. Karna keterlambatan kakak dan kawan-kawan. Oke, udah dapet semuakan soalnya. Kerjain sesuai perintah di lembar soalnya aja ya. Hmm, soalnya jangan dicoret-coret ya dek. Nanti itu untuk sekolah lain juga. Nggak mau mereka jiplak jawaban kamu kan?”,
“Waktunya, sampai jam setengah 10 ya dek.”
Sambungnya lagi sambil terus melihat jam tangannya.
“Iya kak !!”,
Kompak jawab, teman-temanku yang berjumlah 39 orang.
Tidak lama, Kak Faris keluar setelah memberi arahan kepada kami. Sebelumnya dia berbincang sedikit dengan temannya yang kata Mayang mirip Yeye Oppa. Aku lebih tertarik dengan Kak Faris, ketimbang orang yang katanya mirip Yeye Oppa. Dia lebih banyak berbicara, memperkenalkan diri, meminta maaf, setidaknya dia sangatlah sopan ketimbang orang yang terlihat angkuh itu, yang memakai kemeja kotak-kotak.
Aku langsung tenggelam dalam pertanyaan yang banyak menjebak jika tak fokus. Terus membaca perintah yang selalu ada untuk per 5 nomer. Aku membuang nafas, ternyata tidak semudah apa yang aku sendiri bayangkan. Aku, Mayang, Zashi atau  Aya. Tak ada yang berbincang, semua tenggelam dalam soal Psikotes itu. Sampai batas waktu itu datang yang hampir menjerat kami semua jika tak cepat menyelesaikannya.
“Ya ampun, kepala gue gue ngebul. Susah yak. Pusing !”,
Zashi langsung berceloteh, aku tersenyum menanggapinya.
“Hahaha, Zashi, Zashi. Lu yang pinter aja bilang gitu yak ?, apalagi gue Zas..,”
“Ah, emang Niska mikir ngerjainnya. Kamu lancar banget tadi Nis, paling ngasal semua, hahaha”
Kata Mayang meledek, aku tersenyum kecut. Membiarkan Mayang membullyku. Terlalu lelah untuk sekedar membalas lelucon Mayang. Aku kembali tenggelam dalam pikiranku sendiri, menunggu seseorang yang entah sejak kapan aku kagumi. Suara speaker pemberi informasi memanggil namaku dan ketua ekskul Jurnalistik, aku langsung beranjak pergi, dan dijemput oleh sang ketua ekskul kebangganku itu. Sahabatku sendiri, Reirin.
Setelah menemui pembibimbing kami di ruang Bimbingan konseling, Reirin menyeretku ke kantin secara paksa. Di tambah suara Zashi yang memanggilku, suaranya menggema di lorong sekolah. Kami melewati ruang guru lalu melewati ruang Multimedia yang biasa untuk menempatkan tamu jika mengadakan suatu kegiataan disekolahku.Ternyata orang aku kagumi disana, sedang breafing dengan teman-temannya. Aku membuang nafas entah untuk apa.
~~~~~
Bel berbunyi 2 kali, menandakan untuk kembali berkutat dengan soal Psikotes yang membuat kepalaku sendiri berdenyut tak karuan. Menahan napas dan membuangnya. Setelah setengah berlari menaiki 60 anak tangga dari lantai pertama sampai lantai tiga. Takut-takut terlambat, tapi ternyata sampai dikelas belum ada kakak yang membimbing kita untuk mengerjakan soal Psikotes itu. Hanya ada satu orang yang memakai kemeja kotak-kotak yang terduduk angkuh tak bergeming yang terus menatap layar ponselnya. Sombongnya, sambil merapikan poninya terus menerus. Aku memutar bola mataku. Malas. Membayangkan jika Yesung Oppa tak akan punya sikap seperti itu.
Aku terus berharap kakak itu datang lagi dan untuk mengeluarkan suaranya barang sedikit. Tak peduli untuk apa dia kesini lagi, yang jelas aku suka untuk mendengar suaranya. Tapi harapan itu harus pupus karena orang  yang hadir untuk menemui si angkuh bukan Kak Faris, tapi Kakak yang lain. Aku kecewa.
Aku kembali mengerjakan soal Psikotes yang di berikan kakak yang baru saja datang, Kak Sandy namanya. Bersyukurlah aku, si angkuh kemeja kotak-kotak beranjak dari duduknya, di gantikan Kak Ira, cantik sekali. Memakai baju Orange, teman laki-lakiku langsung berteriak ricuh, aku tertawa saat mendengar riuh itu.
“Gantian yak cuci matanya, jangan kalian aja yang cuci mata,”
Kata Aziz melawak, aku kembali tertawa. Dan, aku kembali fokus kepada kertas yang aku bayangkan seperti monster hari ini. Menggantikan monster kertas ulangan harian yang biasa paksa untuk aku jinakkan.
~~~
“Santai aja ya dek, jangan di bawa susah”
“Lah kak, ini emang udah susah. Gimana mau santai,”
 Zashi menyeletuk, membalas pernyataan Kak Sandy. Aku dan Mayang saling memandang dan tersenyum menanggapinya. Kak Sandy juga tertawa mendengar celoteh Zashi.
Aku telah menyelesaikannya, biarpun ada soal yang tak aku kerjakan. Karna tak sanggup menjawabnya.
Kak Faris masuk, membuat aku menahan nafas. Aku mendengar suaranya berbincang sedikit dengan Kak Sandy. Aku menutup mataku, tersenyum simpul. Untuk pertama kalinya aku sangat menyukai suara orang dan dia bukan seorang penyanyi atau pembawa berita dan radio. Dia menyentuh hatiku, aku seperti menemukan hatiku yang hilang, aku seperti menemukan hatiku yang telah lama aku lupakan. Dia berhasil menyentuh dengan kharismanya. Lucu atau sangat menjijikan jika mengetahuinya. Entahlah, yang jelas untuk pertama kalinya aku seperti ini. Aku berdoa dalam hati
Aku ingin berubah menjadi yang lebih baik untuknya Ya Allah.. jagalah cintaku untuknya jika memang dia seseorang itu. Jaga cintaku untuk tetap istiqamah kepada-Mu.’
“Dek, kakak kasih waktu 15 menit lagi ya. Kakak mau jelasin sesuatu untuk kalian.”
Ricuh lagi kelasku, terbangun dari keheningan yang menelan kami untuk beberapa saat tadi. Banyak temanku mengeluh, tapi aku tidak, karna merasa sudah selesai. Jadi tak berpengaruh sama sekali untukku.
Dia kembali keluar, aku menunduk lesu. Aku sekaramg  mulai tak mengerti sendiri dengan diriku sendiri. Jatuh hati dengan satu kali pertemuan, bukan diriku yang sebenarnya. Sangat bukan diriku yang cuek pada hampir semua laki-laki, banyak laki-laki yang mendekatiku aku tak pernah menanggapinya atau banyak laki-laki yang keren, kece atau apalah yang lagi di sukai teman-temanku. Demi membentengi hatiku sendiri, agar tak pernah merasakan di kecewakan, tersakiti, tersayat atau sebagainya rasa tak enak akibat mencintai orang lain. Dengan lancangnya perasaan itu datang, saat aku tak mempunyai persiapan apapun untuk membentenginya. Aku tak bisa menolak pesonanya, dia benar-benar berbeda. Masa bodo dengan perbedaan umur yang jauh. Aku jadi teringat kata Nabi SAW, bagi perempuan sangat baik jika dinikahi oleh laki-laki yang umurnya (10 tahun). Halah, terlalu jauh pemikiranku untuk saat ini. Aku kembali tersadar dari imajinasi yang gila.
“Dek, waktunya udah abis ya, kertasnya di kumpulin ke Kak Ira di depan ya, setelah ini Kak Faris akan masuk lagi jelasin sesuatu ya,”
Ricuh lagi, saat mengumpulkan kertas dan LJK yang sudah terisi. Aku tersenyum miring.
“Dek, kakak mau jelasin sesuatu nih. Sebelumnya kakak mau tanya sama kalian.......”,
Dan bla, bla, bla. Aku lebih senang mendengarkan nada suaranya. Tapi aku juga tertarik dengan apa yang dia jelaskan. Aku akan datang hari sabtu nanti. Untuk mendapatkan pengetahuan, untuk CD pintar yang akan menemani hari-hariku nanti di kelas 12 dan tentu saja untuk mendengar suaranya lagi.
~~~
Awan tipis berhawa dingin, yang biasa disebut kabut itu turun dan mengubah bentuk menjadi embun saat Alexandria mencairkannya dari arah timur. Aku termangu di balkon lantai dua rumahku, melihat peristiwa pagi yang menyejukan setelah Sholat Shubuh tadi. Kebiasaan setiap hari bangun jam 3 pagi untuk melaksanakan Sholat Tahajud dan di lanjutkan Shubuh, lalu akan termangu disini setiap hari Sabtu dan Minggu. Aku masih mengingat doaku seperempat malam tadi, menyertakan namanya dan membayangkan wajahnya didalam do’a. Baru kali ini aku mnyebutkan seorang laki-laki selain Ayah dalam do’aku. Hari ini aku akan bertemu lagi dengannya. Jam 8 pagi nanti, aku sudah tak sabar untuk melihatnya dan untuk mendengar suaranya.
~~`
Aku sudah sampai disekolah, masih terlalu pagi. Belum ada yang datang. Aku tersenyum sendiri, merutuk kebodohan sendiri dalam hati. Beginikah rasanya jatuh hati, akan melakaukan hal-hal bodoh yang sebelumnya belum dia lakukan. Sekarang aku merasankannya. Ibu Hajar datang menghampiriku yang terduduk di Pos Satpam sekolah,
“Pagi cantik, cepet banget datengnya. Kan mulainya jam 8 sayang,”
“Eh, iya bu. Males bu siang dikit nanti macet dijalan, rumah saya jauh,”
“Emang rumahnya dimana ?,”
“Perumahan Galaxy bu, dekat sama Mallnya,”
“Oh, iya lumayan jauh. Iyaudah tunggu di ruang Multimedia aja ya,”
“Oya bu,”
“Nyalain ACnya ya sayang,”
Aku berpamitan sambil mengecup punggung tangan beliau. Berlalu ke ruang Multimedia. 15 menit berlalu beberapa temanku datang. Aku benar-benar dirundung rasa bosan. Masih jam setengah 8 kurang. Aku harus melakukan apa. Mungkin mendengarkan musik.
...Ku terpikat pada tuturmu, aku tersihir dirimu.
Terkagum pada pandangmu, caramu melihat dunia.
Ku harap kau tahu bahwaku, terinspirasi hatimu.
Ku tak harus memilikimu, tapi bolehkah ku selalu didekatmu....
Potongan lagu Raisa yang berjudul Jatuh hati membuatku tersenyum sendiri. Nuansanya pas dengan hati, jadi teringat dengan salah satu soal Psikotesku yang kemarin, menanyakan apakah kamu selalu merasa sebuah lagu adalah Ost hati kamu ?, dan jawaban ku, YA.
Waktu terus bergulir, ruang ini semakin ramai dengan kawan-kawan yang beruntung menurutku, yang selangkah lebih maju peduli dengan masa depan mereka.
Waktu sudah menunjukan jam 8 pagi tepat, tapi Kak Faris belum datang. Aku juga menunggu Reirin, Mayang dan Inat. Mereka belum juga datang. Aku menelpon Reirin dari salah satu Aplikasi Chatting yang menggratiskan untuk menelpon,
“Rei, lu dimana ?”,
“Di depan nih, dimani sih acaranya ?”,
“Di ruang Multi Rei, buruan dateng ya,”
“Hmm,”
Sambungan disebrang terputus, tak lama pintu Multimedia terbuka Reirin masuk memakai baju biru, memakai rok abu-abu sekolah dan memakai kerudung senada biru muda. Manis sekali.
“Rei sebelah sini,”
Seruku memanggil namanaya. Tak lama dibelakang Rei datanglah Kak Faris sedikit terburu, dan sibuk dengan tentengan di dua tangannya. Aku lebih sibuk memperhatikan Kak Faris, daripada kedatangan Rei. Tersadar, aku melakukan hal bodoh lagi, melongo terpesona. Reirin menepuk pundakku, aku tersenyum. Dan tak lama acara dimulai.
~~~
“Abis ini, kita break dulu ya, dan nanti di terusin sama temen kakak.”
Dan istirahat dimulai. Aku langsung keluar menemani Reirin yang ingin melepas dahaganya.
“Niska, mau beli apa Nis?”,
“Paling snack kecil-kecil aja,”
Setelah membeli makanan kami bergabung dengan teman-teman di masjid yang sedang sibuk dengn aktivitasnya masing-masing. Aku memperhatikan Kak Faris yang sedang berbincang dengan Bu Hajar. Aku tak berani menatapnya lama-lama. Aku tak ingin siapa pun mengetahauinya, aku belum siap juga untuk Reirin mengetahuinya. Untuk saat ini tersimpan saja sendiri. Aku akan mencitainya dalam diam.
~~
Masuk lagi dalam topik pembicaraan. Sedang membahas soal bersama Kak Andi, tak lama kurang lebih 25 menit. Soal yang sulit ternyata bisa diselesaikan dengan sangat mudah.
“Selesai juga, acara kita pada pengen pulang kan ?, kakak juga nih.”
Kata kak Andi, teman-teman ribut, teriak kegirangan. diriku juga sudah tak nyaman dengan dudukku, terlalu lama duduk membuatku sakit pinggang.
“Selanjutnya di lanjutin sama kak Faris ya,”
Terakhir kata kak Andi. Dan Kak Faris memutarkan vidio lucu tentang 3 orang stres yang ceritanya ingin masuk UI, dia menyembunyikan kepalanya dan aku yakin dia tertawa. Ekspresi itu sangat lucu, lebih lucu ketimbang vidio yang ada dilayar.
Katanya,
“Dek, kakak mau kasih tahu kalian nomer kakak, pasti penting banget buat yang minat masuk Tempat les kakak, ada WA sama Line, ini Email kakak dan Twitter kakak, oke makasih banget buat waktu kalian ya, semoga kalian orang-orang yang beruntung mendapatkan PTN 2016 nanti. Aamiin”,
“Nah, Kak Faris masih Jomblo nih dek, ayo kalo ada yang mau PDKT.”
Aku tersenyum mendengar pernyataan Kak Andi, aku melirik ke arah Kak Faris dan dia menahan tawanya. Aku tersenyum.
Insya Allah, aku mencintainya karna Allah SWT, Insya Allah cintaku terjaga, Insya Allah Istiqamah. Terlalu lamban untuk merasakan cinta. Terlalu cepat untuk terpikat pada seorang pria yang sekarang, saat ini mungkin sudi membaca cerpenku. Jika boleh, jika ada umur panjang, jika ada ada waktu yang bisa mempertemukan kita lagi. Saya  akan muncul dan akan memeritahu kakak apa yang saya rasakan mungkin. Jika tidak, ingatlah secuil roti tawar ini kak. Jika ada kakak dalam do’a saya selama seminggu terakhir, aku yakin.. bukan saya dalam do’a kakak. Ada pepatah mengatakan.

“Jika kau belum berjodoh dengan orang yang selalu ada dalam setiap do’amu, bisa jadi kau akan bersama orang yang selalu menyertakan kamu dalam setiap do’anya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar