Jatuh Hati
Sinar rembulan
perlahan terhapus dengan cahaya fajar, dengan perlahan menghiasi awan yang
tersebar di langit luas. Menyinari bagian bumi yang aku pijaki. Hari ini,
aktivitasku masih sama dengan sebelumnya, bangun lebih pagi dari siapapun yang
ada di rumah, demi mengejar waktu yang selalu menguntit, mengingatkan suatu hal
yang selalu aku lupakan.
Waktu tak bisa di putar ulang, mengakibatkan aku
selalu menyesal pada akhirnya. Alasan lain mungkin, mengingat rumahku jauh dari
sekolah yang juga memaksaku terus berangkat lebih pagi dari siapapun. Jika
terlambat bangun 5 menit saja, akan membuatku terlambat kesekolah 25 menit. Aku
berangkat paling pagi, dan pulang paling terakhir, aku berangkat pukul 05.30
WIB dan akan sampai dirumah pada pukul 18.00 WIB. Beginilah potret kehidupan
remajaku, harus terbiasa dengan kejamnya kehidupan Ibu kota yang terus
menghimpit jika tak bisa berlari lebih cepat, maka kau akan tewas dengan
mengenaskan.
Pagi ini aku
bersyukur, harus membawa sedikit buku, karena ada berlembar-lembar soal
Psikotes yang menungguku nanti disekolah. Aku atau dia yang menungguku ya ?,
tapi nyatanya sampai pukul jam 08.17 WIB kertas itu belum sampai di hadapanku,
yang sudah begitu siap dengan semua tantanganyang akan mengahadangku nanti.
“Doh, katanya mulai jam 8. Sampe
sekarang kagak nyampe-nyampe kang Psikotesnya yak ?”,
Zashi, teman dekatku dari SMP,
menyeletuk hambar, tak sabar ingin menuntaskan kegiatan itu. Tidak lama
setelahnya, Ibu Hajar datang. Memberi kabar bahwa kakak-kakak yang akan menguji
kita nanti sedikit terlambat, karna keterbatasan pengetahuan lokasi sekolah
Menengah keatasku ini. Seperti sebuah keajaiban, baru saja Ibu Hajar mengatup
bibirnya. Kakak yang mungkin akan mendampingi kita saat Psikotes nanti datang
dengan kharismanya. Karna mereka laki-laki dan tak bisa dibilang biasa, hampir
seluruh teman perempuanku menjerit histeris tertahan, memandang takjub pada 2
orang laki-laki yang sudah bisa disebut dewasa itu.
“Wih... nggak fokus sama Psikotes
ini gue mah. Bakal fokus sama yang di depan Nis !”,
Temanku yang mempunyai bulu mata
lentik itu, Aal menyeletuk girang kepadaku. Aku hanya menanggapinya dengan
senyum tipis.
“Nis, liat deh !. kakak yang pake
baju kotak-kotak itu tuh, kok kayak orang Korea yang kamu idolain yah?, iya
nggak sih Zashi ?”,
Kata Mayang tak kalah antusias sama
seperti Aal. Melibatkan Zashi dalam pertanyaannya.
“Hmm ?”,
Aku langsung menoleh yang sebelumnya
sedang sibuk mengabsen semua persenjataanku sebelum bertempur dengan soal
Psikotes.
“Yesung ya ?, Iya apa ?!, nggak deh.
Cuma dikit doang. Nggak banyak May, sedikit banget itu ya Niska ?!”,
Kata Zashi spontan, memelankan nada
bicaranya.
“Iya deh.. aku kan nggak terlalu
khatam masalah korea-korean kaya kalian, hehehe. Aku bukan bidangnya. Tolong di
maklumkan”.
Kata Mayang, temanku yang imut itu.
Sambil tersenyum manis layaknya anak perempuan beumur 5 tahun.
“Iya kali, nggak tahu ah, pikirin
Psikotesnya aja tuh”,
Jawabku sekenanya, terlalu malas
untuk bergabung dengan topik yang mereka bicarakan.
“Ah, kamu Nis, giliran aku nggak
mood dan nggak ngerti Kpop aja kamu ngomongin mulu sama Zashi, sama Aya. Sampe
kupingku nih panas tau nggak. Giliran aku ngerti dikit dan berpendapat dikit
aja kamu—“
Mayang terpaksa berhenti meneruskan
kalimat yang ingin dia ucapkan. Karna kakak yang memakai seragam membukamnya
secara paksa. Aku tersenyum miring.
“Yak, Assalamualaikum wr.wb. nama
kakak Faris, dari Alumni UI Depok. Kakak akan menemani kalian untuk mengerjakan
soal Psikotes yang sebentar lagi kakak bagiin ya”,
Aku memilih memfokuskan diri dengan
kakak yang memperkenalkan diri. Dari pada memikirkan celoteh Mayang dan Zashi.
Tapi jujur aku sebentar melirik kedepan, ke kakak yang katanya mirip Yesung
Oppa, yang memakai baju kotak-kotak dan aku nggak tahu namanya. Karna dia tak
memperkenalkan dirinya. Dia lebih memilih bungkam seribu bahasa, terlihat
sangat cuek dan dingin. Aku juga malas untuk memperhatikannya lebih lama lagi.
“Hmm, sebelumnya kakak minta maaf
ya. Karna keterlambatan kakak dan kawan-kawan. Oke, udah dapet semuakan
soalnya. Kerjain sesuai perintah di lembar soalnya aja ya. Hmm, soalnya jangan
dicoret-coret ya dek. Nanti itu untuk sekolah lain juga. Nggak mau mereka
jiplak jawaban kamu kan?”,
“Waktunya, sampai jam setengah 10 ya
dek.”
Sambungnya lagi sambil terus melihat
jam tangannya.
“Iya kak !!”,
Kompak jawab, teman-temanku yang
berjumlah 39 orang.
Tidak lama, Kak Faris keluar setelah
memberi arahan kepada kami. Sebelumnya dia berbincang sedikit dengan temannya
yang kata Mayang mirip Yeye Oppa. Aku lebih tertarik dengan Kak Faris,
ketimbang orang yang katanya mirip Yeye Oppa. Dia lebih banyak berbicara,
memperkenalkan diri, meminta maaf, setidaknya dia sangatlah sopan ketimbang
orang yang terlihat angkuh itu, yang memakai kemeja kotak-kotak.
Aku langsung tenggelam dalam
pertanyaan yang banyak menjebak jika tak fokus. Terus membaca perintah yang
selalu ada untuk per 5 nomer. Aku membuang nafas, ternyata tidak semudah apa
yang aku sendiri bayangkan. Aku, Mayang, Zashi atau Aya. Tak ada yang berbincang, semua tenggelam
dalam soal Psikotes itu. Sampai batas waktu itu datang yang hampir menjerat
kami semua jika tak cepat menyelesaikannya.
“Ya ampun, kepala gue gue ngebul.
Susah yak. Pusing !”,
Zashi langsung berceloteh, aku
tersenyum menanggapinya.
“Hahaha, Zashi, Zashi. Lu yang
pinter aja bilang gitu yak ?, apalagi gue Zas..,”
“Ah, emang Niska mikir ngerjainnya.
Kamu lancar banget tadi Nis, paling ngasal semua, hahaha”
Kata Mayang meledek, aku tersenyum
kecut. Membiarkan Mayang membullyku. Terlalu lelah untuk sekedar membalas
lelucon Mayang. Aku kembali tenggelam dalam pikiranku sendiri, menunggu
seseorang yang entah sejak kapan aku kagumi. Suara speaker pemberi informasi
memanggil namaku dan ketua ekskul Jurnalistik, aku langsung beranjak pergi, dan
dijemput oleh sang ketua ekskul kebangganku itu. Sahabatku sendiri, Reirin.
Setelah menemui pembibimbing kami di
ruang Bimbingan konseling, Reirin menyeretku ke kantin secara paksa. Di tambah
suara Zashi yang memanggilku, suaranya menggema di lorong sekolah. Kami
melewati ruang guru lalu melewati ruang Multimedia yang biasa untuk menempatkan
tamu jika mengadakan suatu kegiataan disekolahku.Ternyata orang aku kagumi
disana, sedang breafing dengan teman-temannya. Aku membuang nafas entah untuk
apa.
~~~~~
Bel berbunyi 2
kali, menandakan untuk kembali berkutat dengan soal Psikotes yang membuat
kepalaku sendiri berdenyut tak karuan. Menahan napas dan membuangnya. Setelah
setengah berlari menaiki 60 anak tangga dari lantai pertama sampai lantai tiga.
Takut-takut terlambat, tapi ternyata sampai dikelas belum ada kakak yang
membimbing kita untuk mengerjakan soal Psikotes itu. Hanya ada satu orang yang
memakai kemeja kotak-kotak yang terduduk angkuh tak bergeming yang terus
menatap layar ponselnya. Sombongnya, sambil merapikan poninya terus menerus.
Aku memutar bola mataku. Malas. Membayangkan jika Yesung Oppa tak akan punya
sikap seperti itu.
Aku terus berharap kakak itu datang
lagi dan untuk mengeluarkan suaranya barang sedikit. Tak peduli untuk apa dia
kesini lagi, yang jelas aku suka untuk mendengar suaranya. Tapi harapan itu
harus pupus karena orang yang hadir
untuk menemui si angkuh bukan Kak Faris, tapi Kakak yang lain. Aku kecewa.
Aku kembali mengerjakan soal
Psikotes yang di berikan kakak yang baru saja datang, Kak Sandy namanya.
Bersyukurlah aku, si angkuh kemeja kotak-kotak beranjak dari duduknya, di
gantikan Kak Ira, cantik sekali. Memakai baju Orange, teman laki-lakiku
langsung berteriak ricuh, aku tertawa saat mendengar riuh itu.
“Gantian yak cuci matanya, jangan
kalian aja yang cuci mata,”
Kata Aziz melawak, aku kembali
tertawa. Dan, aku kembali fokus kepada kertas yang aku bayangkan seperti
monster hari ini. Menggantikan monster kertas ulangan harian yang biasa paksa
untuk aku jinakkan.
~~~
“Santai aja ya dek, jangan di bawa
susah”
“Lah kak, ini emang udah susah.
Gimana mau santai,”
Zashi menyeletuk, membalas pernyataan Kak
Sandy. Aku dan Mayang saling memandang dan tersenyum menanggapinya. Kak Sandy
juga tertawa mendengar celoteh Zashi.
Aku telah menyelesaikannya, biarpun
ada soal yang tak aku kerjakan. Karna tak sanggup menjawabnya.
Kak Faris masuk, membuat aku menahan
nafas. Aku mendengar suaranya berbincang sedikit dengan Kak Sandy. Aku menutup
mataku, tersenyum simpul. Untuk pertama kalinya aku sangat menyukai suara orang
dan dia bukan seorang penyanyi atau pembawa berita dan radio. Dia menyentuh
hatiku, aku seperti menemukan hatiku yang hilang, aku seperti menemukan hatiku
yang telah lama aku lupakan. Dia berhasil menyentuh dengan kharismanya. Lucu
atau sangat menjijikan jika mengetahuinya. Entahlah, yang jelas untuk pertama
kalinya aku seperti ini. Aku berdoa dalam hati
‘Aku ingin
berubah menjadi yang lebih baik untuknya Ya Allah.. jagalah cintaku untuknya
jika memang dia seseorang itu. Jaga cintaku untuk tetap istiqamah kepada-Mu.’
“Dek, kakak kasih waktu 15 menit
lagi ya. Kakak mau jelasin sesuatu untuk kalian.”
Ricuh lagi kelasku, terbangun dari
keheningan yang menelan kami untuk beberapa saat tadi. Banyak temanku mengeluh,
tapi aku tidak, karna merasa sudah selesai. Jadi tak berpengaruh sama sekali
untukku.
Dia kembali keluar, aku menunduk
lesu. Aku sekaramg mulai tak mengerti
sendiri dengan diriku sendiri. Jatuh hati dengan satu kali pertemuan, bukan
diriku yang sebenarnya. Sangat bukan diriku yang cuek pada hampir semua
laki-laki, banyak laki-laki yang mendekatiku aku tak pernah menanggapinya atau
banyak laki-laki yang keren, kece atau apalah yang lagi di sukai teman-temanku.
Demi membentengi hatiku sendiri, agar tak pernah merasakan di kecewakan,
tersakiti, tersayat atau sebagainya rasa tak enak akibat mencintai orang lain.
Dengan lancangnya perasaan itu datang, saat aku tak mempunyai persiapan apapun
untuk membentenginya. Aku tak bisa menolak pesonanya, dia benar-benar berbeda.
Masa bodo dengan perbedaan umur yang jauh. Aku jadi teringat kata Nabi SAW,
bagi perempuan sangat baik jika dinikahi oleh laki-laki yang umurnya (10
tahun). Halah, terlalu jauh pemikiranku untuk saat ini. Aku kembali tersadar
dari imajinasi yang gila.
“Dek, waktunya udah abis ya,
kertasnya di kumpulin ke Kak Ira di depan ya, setelah ini Kak Faris akan masuk
lagi jelasin sesuatu ya,”
Ricuh lagi, saat mengumpulkan kertas
dan LJK yang sudah terisi. Aku tersenyum miring.
“Dek, kakak mau jelasin sesuatu nih.
Sebelumnya kakak mau tanya sama kalian.......”,
Dan bla, bla, bla. Aku lebih senang
mendengarkan nada suaranya. Tapi aku juga tertarik dengan apa yang dia
jelaskan. Aku akan datang hari sabtu nanti. Untuk mendapatkan pengetahuan,
untuk CD pintar yang akan menemani hari-hariku nanti di kelas 12 dan tentu saja
untuk mendengar suaranya lagi.
~~~
Awan tipis
berhawa dingin, yang biasa disebut kabut itu turun dan mengubah bentuk menjadi
embun saat Alexandria mencairkannya dari arah timur. Aku termangu di balkon
lantai dua rumahku, melihat peristiwa pagi yang menyejukan setelah Sholat
Shubuh tadi. Kebiasaan setiap hari bangun jam 3 pagi untuk melaksanakan Sholat
Tahajud dan di lanjutkan Shubuh, lalu akan termangu disini setiap hari Sabtu
dan Minggu. Aku masih mengingat doaku seperempat malam tadi, menyertakan namanya
dan membayangkan wajahnya didalam do’a. Baru kali ini aku mnyebutkan seorang
laki-laki selain Ayah dalam do’aku. Hari ini aku akan bertemu lagi dengannya.
Jam 8 pagi nanti, aku sudah tak sabar untuk melihatnya dan untuk mendengar
suaranya.
~~`
Aku sudah sampai disekolah, masih
terlalu pagi. Belum ada yang datang. Aku tersenyum sendiri, merutuk kebodohan
sendiri dalam hati. Beginikah rasanya jatuh hati, akan melakaukan hal-hal bodoh
yang sebelumnya belum dia lakukan. Sekarang aku merasankannya. Ibu Hajar datang
menghampiriku yang terduduk di Pos Satpam sekolah,
“Pagi cantik, cepet banget
datengnya. Kan mulainya jam 8 sayang,”
“Eh, iya bu. Males bu siang dikit
nanti macet dijalan, rumah saya jauh,”
“Emang rumahnya dimana ?,”
“Perumahan Galaxy bu, dekat sama
Mallnya,”
“Oh, iya lumayan jauh. Iyaudah
tunggu di ruang Multimedia aja ya,”
“Oya bu,”
“Nyalain ACnya ya sayang,”
Aku berpamitan sambil mengecup
punggung tangan beliau. Berlalu ke ruang Multimedia. 15 menit berlalu beberapa
temanku datang. Aku benar-benar dirundung rasa bosan. Masih jam setengah 8
kurang. Aku harus melakukan apa. Mungkin mendengarkan musik.
...Ku terpikat
pada tuturmu, aku tersihir dirimu.
Terkagum pada
pandangmu, caramu melihat dunia.
Ku harap kau
tahu bahwaku, terinspirasi hatimu.
Ku tak harus
memilikimu, tapi bolehkah ku selalu didekatmu....
Potongan lagu Raisa yang berjudul
Jatuh hati membuatku tersenyum sendiri. Nuansanya pas dengan hati, jadi
teringat dengan salah satu soal Psikotesku yang kemarin, menanyakan apakah kamu
selalu merasa sebuah lagu adalah Ost hati kamu ?, dan jawaban ku, YA.
Waktu terus bergulir, ruang ini
semakin ramai dengan kawan-kawan yang beruntung menurutku, yang selangkah lebih
maju peduli dengan masa depan mereka.
Waktu sudah menunjukan jam 8 pagi
tepat, tapi Kak Faris belum datang. Aku juga menunggu Reirin, Mayang dan Inat.
Mereka belum juga datang. Aku menelpon Reirin dari salah satu Aplikasi Chatting
yang menggratiskan untuk menelpon,
“Rei, lu dimana ?”,
“Di depan nih, dimani sih acaranya
?”,
“Di ruang Multi Rei, buruan dateng
ya,”
“Hmm,”
Sambungan disebrang terputus, tak
lama pintu Multimedia terbuka Reirin masuk memakai baju biru, memakai rok
abu-abu sekolah dan memakai kerudung senada biru muda. Manis sekali.
“Rei sebelah sini,”
Seruku memanggil namanaya. Tak lama
dibelakang Rei datanglah Kak Faris sedikit terburu, dan sibuk dengan tentengan
di dua tangannya. Aku lebih sibuk memperhatikan Kak Faris, daripada kedatangan
Rei. Tersadar, aku melakukan hal bodoh lagi, melongo terpesona. Reirin menepuk
pundakku, aku tersenyum. Dan tak lama acara dimulai.
~~~
“Abis ini, kita break dulu ya, dan
nanti di terusin sama temen kakak.”
Dan istirahat dimulai. Aku langsung
keluar menemani Reirin yang ingin melepas dahaganya.
“Niska, mau beli apa Nis?”,
“Paling snack kecil-kecil aja,”
Setelah membeli makanan kami
bergabung dengan teman-teman di masjid yang sedang sibuk dengn aktivitasnya
masing-masing. Aku memperhatikan Kak Faris yang sedang berbincang dengan Bu
Hajar. Aku tak berani menatapnya lama-lama. Aku tak ingin siapa pun
mengetahauinya, aku belum siap juga untuk Reirin mengetahuinya. Untuk saat ini
tersimpan saja sendiri. Aku akan mencitainya dalam diam.
~~
Masuk lagi
dalam topik pembicaraan. Sedang membahas soal bersama Kak Andi, tak lama kurang
lebih 25 menit. Soal yang sulit ternyata bisa diselesaikan dengan sangat mudah.
“Selesai juga, acara kita pada
pengen pulang kan ?, kakak juga nih.”
Kata kak Andi, teman-teman ribut,
teriak kegirangan. diriku juga sudah tak nyaman dengan dudukku, terlalu lama
duduk membuatku sakit pinggang.
“Selanjutnya di lanjutin sama kak
Faris ya,”
Terakhir kata kak Andi. Dan Kak
Faris memutarkan vidio lucu tentang 3 orang stres yang ceritanya ingin masuk
UI, dia menyembunyikan kepalanya dan aku yakin dia tertawa. Ekspresi itu sangat
lucu, lebih lucu ketimbang vidio yang ada dilayar.
Katanya,
“Dek, kakak mau kasih tahu kalian
nomer kakak, pasti penting banget buat yang minat masuk Tempat les kakak, ada
WA sama Line, ini Email kakak dan Twitter kakak, oke makasih banget buat waktu
kalian ya, semoga kalian orang-orang yang beruntung mendapatkan PTN 2016 nanti.
Aamiin”,
“Nah, Kak Faris masih Jomblo nih
dek, ayo kalo ada yang mau PDKT.”
Aku tersenyum mendengar pernyataan
Kak Andi, aku melirik ke arah Kak Faris dan dia menahan tawanya. Aku tersenyum.
Insya Allah, aku mencintainya karna
Allah SWT, Insya Allah cintaku terjaga, Insya Allah Istiqamah. Terlalu lamban
untuk merasakan cinta. Terlalu cepat untuk terpikat pada seorang pria yang
sekarang, saat ini mungkin sudi membaca cerpenku. Jika boleh, jika ada umur
panjang, jika ada ada waktu yang bisa mempertemukan kita lagi. Saya akan muncul dan akan memeritahu kakak apa
yang saya rasakan mungkin. Jika tidak, ingatlah secuil roti tawar ini kak. Jika
ada kakak dalam do’a saya selama seminggu terakhir, aku yakin.. bukan saya
dalam do’a kakak. Ada pepatah mengatakan.
“Jika kau belum
berjodoh dengan orang yang selalu ada dalam setiap do’amu, bisa jadi kau akan
bersama orang yang selalu menyertakan kamu dalam setiap do’anya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar